Minggu, 18 April 2021

Apakah Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Dapat Beracara di Persidangan?

Minggu, 18 April 2021
Ulasan Lengkap Sebelumnya, kami ingin melengkapi bahwa istilah yang dikenal dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”) adalah Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. Berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU Perlindungan Konsumen, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (“LPKSM”) adalah lembaga non-pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. Sebelum mengetahui apakah LPKSM bisa beracara dalam persidangan, terlebih dahulu kita mengetahui apa saja tugas LPKSM itu. Tugasnya meliputi kegiatan [Pasal 44 ayat (3) UU Perlindungan Konsumen]: a. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; b. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya; c. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen; d. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen; e. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen. Mengacu pada pasal di atas, adapun tugas LPKSM yang berkaitan dengan pertanyaan Anda adalah dalam hal membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen. Di dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (“PP LPKSM”) dikatakan bahwa dalam membantu konsumen untuk memperjuangkan haknya, LPKSM dapat melakukan advokasi atau pemberdayaan konsumen agar mampu memperjuangkan haknya secara mandiri, baik secara perorangan maupun kelompok. Tidak dijelaskan dalam PP LPKSM ini bagaimana bentuk advokasi yang dimaksud, apakah dalam bentuk memberikan jasa hukum sebagaimana halnya advokat di persidangan atau tidak. Akan tetapi, berdasarkan penelusuran kami dan mengacu pada rumusan pasal-pasal dalam PP LPKSM, tugas LPKSM sebatas pada membantu konsumen untuk menerima keluhan konsumen. Di samping itu, jasa hukum hanyalah diberikan oleh orang yang memang berprofesi sebagai advokat sebagaimana yang disebut dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”): “Jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.” Akan tetapi, pada prinsipnya, LPKSM ini diberikan hak oleh undang-undang untuk melakukan gugatan atas pelanggaran pelaku usaha. Pasal 46 ayat (1) huruf c UU Perlindungan Konsumen mengatakan bahwa gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. Sebagai contoh kita mengacu pada Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 62/Pdt.G/2013/PN.KPJ. Dalam putusan tersebut diuraikan bahwa ada 2 (dua) tergugat yaitu Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia, yang mendalilkan dirinya sebagai sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang perlindungan konsumen (“Penggugat I”), serta Mardi, konsumen yang mengadu kepada Penggugat I karena dirugikan oleh pelaku usaha (“Penggugat II”). Kedua Penggugat menggugat suatu koperasi yang dalam hal ini bertindak sebagai pelaku usaha. Dalam perkara ini Hakim berpendapat bahwa apabila lembaga perlindungan konsumen tersebut berperan sebagai penerima kuasa dari Mardi (dalam hal ini beracara di pengadilan untuk memberikan jasa hukum), maka berdasarkan UU Advokat yang dapat menjadi kuasa hanyalah Advokat. Akan tetapi, apabila lembaga perlindungan konsumen tersebut bertindak sebagai suatu lembaga yang menggugat, maka perlu dilihat apakah LPKSM tersebut memiliki kapasitas hukum untuk menggugat atau tidak (legitima persona standi in judicio). Gugatan atas pelanggaran konsumen dapat dilakukan oleh LPKSM yang memenuhi syarat, yaitu LPKSM berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu badan/perkumpulan/badan usaha agar dapat dikatakan sebagai badan hukum (legal person/rechtperson). Menurut doktrin ilmu hukum syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut : 1. Adanya harta kekayaan yang terpisah ; 2. Mempunyai tujuan tertentu ; 3. Mempunyai kepentingan sendiri ; 4. Adanya kepengurusan/organisasi yang teratur ; Setelah dilakukan pemeriksaan di pengadilan, syarat adanya harta kekayaan yang terpisah untuk diakuinya sebagai badan hukum tidak dipenuhi oleh LPKSM tersebut. Dalam Anggaran Dasar Penggugat I, tidak nampak adanya pemisahan yang jelas antara harta kekayaan Penggugat I dengan harta kekayaan para pengurusnya. Selain itu, tidak nampak adanya bukti pengesahan badan hukum dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Dengan demikian, LPKSM ini tidak memiliki kapasitas hukum untuk menggugat sebagaimana disebut dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c UU Perlindungan Konsumen sehingga gugatan para penggugat dinyatakan tidak dapat diterima. Dengan demikian, mengacu pada contoh di atas, maka suatu LPKSM tidak bisa memberikan jasa bantuan hukum (beracara di pengadilan) karena yang dapat menjadi kuasa hanyalah advokat berdasarkan UU Advokat. Adapun hak yang diberikan oleh UU Perlindungan Konsumen hanyalah sebatas hak untuk menggugat. Hak untuk menggugat dari LPKSM itu pun harus dibuktikan dengan status lembaga yang bersangkutan, yakni harus memenuhi persyaratan dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c UU Perlindungan Konsumen. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. jawaban dari Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. Perlindungan Konsumen Si Pokrol (hukumonline.com) Dasar Hukum: 1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; 2. Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. Putusan: Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 62/Pdt.G/2013/PN.KPJ.

0 komentar

LPKNI dan YLKI Minta Polisi Bentuk Tim Khusus Penindakan Debt Collector

Jambi, Gatra.com - Ketua Umum Lembaga Perlindungan Konsumen Nusantara Indonesia (LPKNI) Pusat, Kurniadi Hidayat mendorong kepolisian membentuk tim khusus memberantas premanisme berkedok sebagai debt collector. OJK selaku pengawasan juga diharapkan dapat bekerja dengan maksimal. "Bukan kami ingin menghalangi tugas debt collector sebagai pihak penagih utang akan tetapi kita ingin di bulan suci ramadan masyarakat tetap tenang menjalani ibadah. Sekarang sudah banyak preman yang mengatasnamakan debt collector yang meresahkan masyarakat," ujar Kurniadi kepada wartawan, Jumat (10/5). Kurniadi mengatakan, seharusnya dalam proses penarikan wajib mengantongi keputusan kekuatan hukum dari Pengadilan Negeri setempat berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Eksekusi harus berdasarkan putusan pengadilan yang dilaksanakan oleh juru sita yang dipimpin oleh ketua Pengadilan sebagaimana dijelaskan dalam peraturan. Hal senada juga dikatakan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Jambi, Ibnu Kholdun. Menurut Ibnu, permasalahan premanisme debt collector merupakan persoalan yang lama hingga sekarang belum dapat diatasi aparat penegak hukum. "Sebelumnya kami juga sempat menggelar aksi penolakan petisi sejuta tanda tangan di kantor Gubernur Jambi hingga menyurati Presiden RI langsung. Kami mendapat surat balasan dari Mensesneg RI yang isinya meminta Kapolri menindak lanjuti premanisme tersebut. Sayangnya hingga sekarang perbuatan melawan hukum yang dilakukan itu masih tetap terjadi," kata Ibnu. Ibnu menjelaskan, Kamis (9/5) kemarin, sekitar 25 orang mengatasnamakan aliansi tolak premanisme mendatangi Kantor FIF Cabang Jambi berada di Jelutung Kota Jambi. Massa mendapatkan aksi tandingan premanisme yang diduga dilakukan puluhan orang deb collector di depan kantor FIF tersebut. "Seharusnya dengan kejadian kemarin polisi mengambil tindakan tegas. Kami melihat kepolisian belum serius menanggapi premanisme ini. Kami dengan LPKNI sepakat mendesak Kapolda Jambi membentuk tim khusus menangani maupun merazianya ke semua leasing agar terciptanya keamanan dan kenyamanan bagi konsumen," kata Ibnu. Untuk diketahui, aksi kamis itu menyusul dugaan penganiayaan yang dilakukan 10 orang diduga sebagai debt collector FIF terhadap mahasiswi di Jambi. Dalam tuntutan itu massa, meminta FIF bertanggung jawab atas tindakan penganiayaan yang dilakukan debt collector ke konsumen. Baca Juga: Tarik Motor Mahasiswa Hingga Terluka, 10 Debt Collector di Jambi Dipolisikan Namun menariknya, usai menggelar aksi di FIF massa yang berencana melanjutkan aksi ke Mapolda Jambi, Pengeras suara massa dirampas oleh 40 orang diduga debt collector depan kantor FIF. Parahnya lagi, di depan massa debt collector juga terjadi aksi perampasan dua unit kendaraan motor milik warga tanpa menunjukkan surat-surat resmi penarikan. Aksi tersebut sempat disaksikan oleh petugas kepolisian yang berjaga di kawasan tersebut. Sebelumnya, debt collector berupaya merampas sepeda motor milik seorang mahasiswi di Jambi, Voniawati (20) Warga Sipin Kota Jambi hingga menyebabkan korban terjatuh dari sepeda motor dan luka memar pada bagian paha serta kaki bagian sebelah kiri, (30/4). Korban langsung melaporkannya ke Mapolresta Jambi atas dugaan perkara tindak pidana penganiayaan pasal 351 KUHP dengan nomor laporan STPL/B-310/IV/2019/SPKT III/Polresta Jambi. Kejadian tersebut sontak menarik perhatian warga dan viral di media sosial. Petugas kepolisian yang berada di lokasi sempat melepaskan tembakan peringatan ke udara sebanyak dua kali untuk melerai kejadian yang sontak mengundang perhatian masyarakat dan kemacetan tersebut. Saat kejadian, korban Voniawati usai dari apotek membeli obat membonceng neneknya berusia sekitar 80 tahun. Saat itu korban hendak pulang menuju ke rumahnya di kawasan Sipin Kota Jambi. Tepat di persimpangan empat lampu merah di kawasan Simpang Kawat Kota Jambi, korban dihadang dan kendaraan korban ditarik paksa kendaraannya oleh 10 orang diduga debt collector FIF. LPKNI berharap permasalahan itu cepat ditangani Polresta Jambi.(gatra.com) Reporter: Ramadhani Editor: Jogi Sirait

0 komentar

Debt Collector Aniaya Pengendara Motor di Jatinegara, Polisi: Karena Belum Bayar

TEMPO.CO, Jakarta - Kanit Reskrim Polres Metro Jakarta Timur Komisaris Indra Tarigan menjelaskan alasan mata elang atau debt collector melakukan penganiayaan terhadap seorang pengendara sepeda motor di Jatinegara Kaum, Pulogadung, Jakarta Timur. Menurut dia, hal itu karena korban belum membayar cicilan sepeda motornya.
"Debt collector itu kan suruhan leasing. Jadi dia diberhentikan karena memang belum bayar," kata Indra kepada Tempo, Jumat, 12 Maret 2021. Meskipun begitu, Indra tak membenarkan cara dua orang mata elang tersebut menagih cicilan kendaraan. Sebab, kata dia, keduanya sudah melakukan kekerasan. "Kalau sampai terjadi pemukulan dan pengambilan paksa, itu ranahnya sudah kriminal," kata Indra. Ia mengatakan pihak kepolisian sudah mendapat laporan soal pemukulan itu pada Kamis, 11 Maret 2021. Saat ini penyelidikan tengah dilakukan dan dua orang debt collector itu sedang dalam pencarian. Penganiayaan terhadap masyarakat itu viral di media sosial, setelah aksi dua penagih utang itu terekam kamera CCTV pada Selasa lalu. Dalam video terlihat korban dan pelaku sempat adu mulut sebelum terjadi pemukulan. Usai memukul, warga kemudian datang mengerumuni kedua penagih utang itu. Melihat warga mulai berdatangan, keduanya langsung melarikan diri. Dalam video yang tersebar, kedua pelaku penganiayaan memiliki ciri-ciri badan kekar dan berkulit gelap. Warga menduga keduanya merupakan debt collector alias penagih tunggakan cicilan sepeda motor warga. (metro.tempo.co) Reporter: M Julnis Firmansyah Editor: Juli Hantoro

0 komentar